PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KEBERLANGSUNGAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

LABORATORIUM FISIKA LAUT

tema : perubahan iklim dan pulau-pulau kecil

Indonesia merupakan negara yang notabenenya adalah negara kepulauan, bahkan berpredikat sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia. dengan bentangan pulau yang terletak dari utara ke selatan dan dari timur ke barat Indonesia, semua merupakan bentangan-bentangan gugus pulau dengan garis pantai sepanjang 95.161km. Dengan memiliki begitu banyak pulau, tercatat sampai bulan oktober 2009, data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, terdapat kurang lebih sebanyak 17.504 pulau, dengan luas wilayah laut seluas 5,8 juta km².

Pulau-pulau kecil merupakan istilah untuk pulau yang luas dimensinya tidak lebih dari 10 hektar dan tingginya tak lebih dari 3 meter diatas permukaan laut(DKP,2004). Definisi dari pulau sendiri adalah masa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selau berada dipermukaan saat air pasang(UNCLOS,1998). Dari 17.504 pulau yang berada dalam wilayah otoritas pemerintah Republik Indonesia, sekitar 6000 pulau tidak berpenghuni, hanya sekitar 10.000 pulau yang diperkirakan telah ditempati penduduk, 24 pulau kecil sudah tergenang oleh air laut, 92 pulau terluar terancam oleh kenaikan muka air laut akibat oleh pemanasan global.

1. Pulau-pulau Kecil

Pulau-pulau kecil dibagi dua berdasarkan bentuknya, yaitu :

  1. Pulau oseanik, dibagi dua lagi menjadi :

1. Pulau Vulkanis

2. Pulau Karang (datar)

  1. Pulau Kontinental

Karakteristik dari pulau-pulau kecil diantaranya :

  1. Terpisah dari habitat pulau induk (mainland island) dan bersifat insular
  2. Memiliki sumberdaya air terbatas, baik air permukaan maupun air tanah, dengan daerah tangkapan air yang relatif kecil atau sangat terbatas sehingga sebagian aliran air permukaan dan sedimen akan diteruskan ke laut
  3. Rentan terhadap pengaruh dari luar, baik yang bersifat alami (badai dan gelombang besar) maupun akibat kegiatan manusia (pengubahsuaian lahan, pencemaran)
  4. Memiliki sejumlah spesies endemik yang bernilai ekologis tinggi
  5. Area perairan lebih luas daripada daratan, serta relatif terisolir
  6. Tidak memiliki hinterland yang jauh dari pantai.

2. Perubahan Iklim

Fenomena yang beberapa tahun belakangan ini telah menguap ke permukaan dan menjadi bahasan pokok pembicaraan negara-negara di dunia, fenomena yang sekarang ini telah berubah predikat menjadi sebuah kenyataan yang pahit yang harus ditelan oleh manusia jika dibiarkan berlarut-larut, yaitu perubahan iklim, atau yang biasa disebut climate change. Perubahan iklim yang normal tidak masalah, namun ketika perubahan iklim tidak menentu dan tidak terbatas ruang dan waktu, bahkan sudah tidak dapat diprediksi lagi. Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup panjang, antara 50-100 tahun. Perubahan iklim merupakan efek dari pemanasan global yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida dan metana yang mengakibatkan dua hal, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan menaiknya muka air laut.

Cuaca ekstrim, badai tropis yang semakin sering dan pergeseran musim merupakan fenomena perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan salah satu buah tangan aktivitas manusia juga yang tidak ramah lingkungan, dan dapat juga disebabkan karena mencairnya es di kutub sehingga mempengaruhi suhu dan volume air laut.

Berikut merupakan data-data dari IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) yang menggambarkan kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini :

  1. Telah terjadi kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76˚C antara periode 185—2005
  2. 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan tahun-tahun dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran suhu pertama kali pada tahun 1850
  3. Telah terjadi kenaikan permukaan air laut global rata-rata sebesar 1,8 mm per tahun antara periode 1961-2003
  4. Telah terjadi kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih luas sejak tahun 1970an, terutama di daerah tropis dan sub-tropis

Dari data-data diatas dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada Indonesia yang merupakan Negara kepulauan. Bagaimana nasib pulau-pulau terkecil kita 20-50 tahun ke depan yang menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan ada banyak pulau yang hanya setinggi 1 meter dari permukaan, kalau sampai tahun ini saja data menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan muka air laut rata-rata 1,8 mm per tahun.

Indonesi memiliki 17.504 Pulau (data tahun 2004), sekitar 6.000 diantaranya tidak berpenghuni. Dengan terjadinya perubahan ikliom dapat berdampak pada hilangnya pulau-pulau di Indonesia sebanyak 24 pulau, data ini diperoleh sampai pada Oktober 2009, hal ini terjadi antara lain karena mencairnya es di kutub sehingga dapat menaikkan permukaan air laut. Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim, seperti degradasi pulau dan juga pantai.

Perubahan iklim juga dapat menurunkan pendapatan nelayan dan petani, karean dengan tingginya gelombang dan tak menentunya cuaca dapat menghambat nelayan untuk melaut sehingga mereka tidak dapat mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Kenaikan suhu 2˚C juga dapat membunuh flora dan fauna yang sangat berguna untuk kehidupan. Dampak perubahan iklim yang lain yang terjadi di Indonesia antara lain :

  1. Banjir tahunan akan meningkat di banyak daerah, antara lain seperti di Pesisir Timur Pulau Sumatera, Kalimantan, Pesisir Utara Pulau Jawa.
  2. Kekeringan akan makin meluas seperti di pulau-pulau Nusa Tenggara.
  3. Kenaikan muka laut mengancam kita kehilangan banyak daratan pesisir di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan banyak pulau-pulau kecil akan tenggelan seperti pulau-pulau di Kepulauan Seribu, dan Taka Bonerate.
  4. Masalah degradasi lingkungan akan banyak terjadi di berbagai pulau di Indonesia yang berujung pada ancaman kekurangan gizi penduduknya.
  5. Ancaman gelombang badai dan angin ribut juga akan makin meningkat di banyak kawasan pesisir.
  6. Para nelayan juga akan makin sulit menangkap ikan bila ikan bergerak ke tengah laut.
  7. Para petani kita juga akan kesulitan menghadapi perubahan pola cuaca.

3. Analisis terhadap perubahan iklim

Fenomena perubahan iklim yang dalam beberapa tahun belakangan ini menguap ke permukaan sehingga memaksa manusia untuk sadar akan lingkungan dan mulai menganalisa apa sebenarnya yang menyebabkan perubahan iklim ini begitu ekstrim terjadi. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim, namun yang paling memungkinkan untuk menjadi factor utama penyebab perubahan iklim ini adalah aktivitas manusia, dalam banyak hal, bumi ini selalu dalam keadaan seimbang sampai suatu ketika aktivitas manusia yang menyebabkan bumi menjadi tidak seimbang. Apa yang akan terjadi jika bumi tidak dalam keadaan seimbang sangatlah mengerikan, mulai dari mencairnya es di kutub, matahari yang sudah mulai menurun aktivitas penyinarannya, cuaca yang sudah tidak dapat diprediksi sampai pada bencana-bencana yang terjadi seperti gempa bumi, angin topan sampai pada gunung meletus.

Dalam hal perubahan iklim pun tak lepas dari aktivitas manusia, seperti eksploitasi sumberdaya alam di pesisir laut yang berlebihan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang telah menciptakan polusi dan kerusakan fatal. Bagaimana tidak ketika pasir di pesisir mulai di ambil dan di jual ke tempat lain, ketika terjadi over fishing, dan ketika melakukan penangkapan ikan yang berlebihan dan menyalahi aturan yang telah ditetapkan. Meningkatnya kadar karbondioksida yang diproduksi oleh industri berbahan bakar fosil (migas dan batubara), juga disebabkan karena tingginya jumlah kendaraan yang beraktivitas per harinya sehingga dapat meningkatkan kadar karbondioksida.

Tingginya kadar karbondioksida jika tidak diimbangi oleh penyerapan oleh lautan dan hutan makan akan semakin memperburuk kondisi iklim dunia. Sampai saat ini, hutan masih menjadi primadona penyerap karbon setelah laut. Laut selama ini dianggap sebagai penyerap karbon dengan jumlah yang konstan, namun anggapan tersebut dipatahkan oleh seorang peneliti bernama Andrew Watson, beliau menyatakan bahwa jumlah penyerapan karbon terus berubah di setiap periode waktu. Dari pernyataan beliau, dapat di tarik makna bahwa laut tidak selamanya konstan dalam hal penyerapan karbon, ketika tingkat penyerapannya tinggi, maka akan sedikit mengurangi kadar karbon di udara, namun ketika penyerapan karbon oleh laut menurun, maka kadar karbon di udara pun tak jauh berubah.

Hal lain yang merupakan dampak dari perubahan iklim adalah meningkatnya suhu muka laut. Data terbaru menyebutkan suhu muka laut pada Juli lalu merupakan yang paling hangat diantara bulan-bulan Juli sepanjang sejarah pencatatan suhu di muka bumi. Beberapa ilmuan menduga semakin melambungnya suhu muka laut dari tahun ke tahun bakal merujuk kepada perubahan yang lebih luas, yakni perubahan iklim global. Tingginya suhu muka air laut dapat mengancam ekosistem terumbu karang yang selama ini sebagai tempat fishing groud dan nursery ground. Hal ini tentu akan mengganggu aktivitas ikan-ikan yang selama ini hidup disekitar terumbu karang, dan yang lebih parah lagi ketika aktivitas terumbu karang telah menurun adalah semakin sedikitnya karbon yang terserap oleh terumbu karang.

Kebijaka pemerintah pun tak lepas andil dalam perubahan iklim yang mengganggu keberadaan pulau-pulau kecil. Pemerintah saat ini dalam hal pengelolaan dan penjagaan keberlangsungan pulau-pulau kecil tidak berbasis lingkungan, namun lebih kepada eksploitasi sumberdaya alam tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dari sumberdaya alam tersebut. Tidak sempurnanya sistem mitigasi yang dibangun pemerintah  juga dapat mengancam keberlangsunga pulau-pulau kecil, bahkan sampai saat ini pemerintah terkesan pilih kasih dalam penerapan sistem mitigasi untuk pulau-pulau kecil.

4.  Solusi Terhadap Iklim yang mengancam keberlangsungan pulau-pulau kecil.

Menteri kelautan dan perikanan periode 2004-2009, Freddy Numberi pernah mengatakan bahwa keberlangsunga pulau-pulau kecil saat ini sangat menghawatirkan, terlebih data sampai tahun 2007, sudah 24 pulau yang dinyatakan hilang akibat perubahan iklim, beliau mengatakan salah satu strategi yang dapat pemerintah lakukan untuk menanggulangi perubahan iklim adalah dengan memaksimalkan potensi kelautan Indonesia, laut memiliki peran yang penting dalam perubahan iklim, dengan kemampuan perairan Indonesia yang dapat menyerap 300 juta ton karbon per tahun. Bahkan pemerintah telah menyediakan pulau-pulau untuk ditempati warga Negara lain yang kehilangan wilayah negaranya yang tenggelam, seperti Maladewa.

Memperbaiki lingkungan dengan reboisasi, menjaga kelestarian hutan bakau dan terumbu karang juga dapat dijadikan sebagai solusi untuk menanggulangi perubahan iklim. Selama ini sistem mitigasi di Indonesia, khususnya terhadap pulau-pulau kecil terkesan menyepelekan dan lambat. Ketika terjadi bencana, barulah pemerintah bertindak, itupun tidak dengan langkah yang sistematis, cepat dan tepat. Untuk itulah membuat sistem mitigasi yang baik dapat mengatisipasi dampak perubahan iklim.

Bagi kita, mungkin hal-hal kecil seperti mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi pemakaian AC, mencabut colokan charger Handphone atau pun Laptop dan Komputer setelah digunakan, mengurangi pemakaian parfurm, sering kita lakukan, namun tahukah bahwa hal-hal kecil tersebut dapat mengurangi ketebalan lapisan ozon, sehingga penghalang penyinaran matahari terhadap bumi semakin tipis, dan hal ini tentunua dapat berdampak negatif terhadap bumi , seperti meningkatnya suhu muka air laut, cuaca yang sulit di prediksi, sampai kepada tingginya gelombang air laut yang menyulitkan aktivitas nelayan yang kehidupannya bergantung dari melaut.

Mengurangi emisi gas karbon hasil dari industri juga sangat penting, Negara-negara maju saat ini sedang berusaha keras mengurangi karbon yang mereka hasilkan dari hasil industri, Negara-negara tersebut, seperti Amerika, Inggris, Prancis, dan India. Namun Negara-negara berkembang seperti Indonesia pun tak boleh merasa lega denga sedikitnya jumlah produksi Karbon. Indonesia harus dapat memainkan peran di dunia internasional dengan poitik diplomasi iklim. Pertemuan-pertemuan demi pertemuan haruslah menghasilkan sebuah kesepakan untuk mengurangi emisi karbon. Mulai dari protocol Kyoto, pertemuan di Bali untuk membahas isu perubahan iklim pada akhir tahun 2008. WOC DI Manado, 11-15 Mei 2009, sampai pada konferensi perubahan iklim di kopenhagen, di Denmark pada bulan Desember 2009 ini, Indonesia haruslah dapat memainkan peran sebagai salah satu Negara penyerap karbon terbesar setelah Brasil.

Sumber referensi :

  1. www.dkp.go.id
  2. www.ppnsi.org
  3. Harian Media Indonesia
  4. Harian Tempo

Just another WordPress.com weblog